Presiden Prabowo Subianto saat menandatangani PP 24 Tahun 2025 tentang Justice CollaboratorPresiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025 mengenai Justice Collaborator.

Justice Collaborator PP 24 Tahun 2025: Aturan Baru dari Presiden Prabowo

Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Justice Collaborator, yang mengatur pemberian penghargaan dan perlakuan hukum khusus kepada pelaku kejahatan yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat sistem peradilan pidana di Indonesia, terutama dalam penanganan kejahatan terorganisir dan kasus korupsi berskala besar.

Manfaat PP 24 Tahun 2025

Peraturan Peraturan Justice Collaborator ini membuka jalan bagi pelaku tindak pidana untuk memperoleh pengurangan hukuman, pembebasan bersyarat, hingga perlindungan dari ancaman, jika informasi yang diberikan membantu mengungkap pelaku utama atau skema kejahatan besar. Pengajuan status JC dapat dilakukan kepada penyidik, jaksa, atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Prosedur Pengajuan Status Justice Collaborator Menurut PP 24 Tahun 2025

Proses pengajuan status Justice Collaborator telah diatur secara jelas dalam PP Nomor 24 Tahun 2025. Pelaku tindak pidana yang ingin menjadi Justice Collaborator dapat mengajukan permohonan kepada penyidik, jaksa penuntut umum, atau pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Semua tahapan permohonan dan penilaian dilakukan dengan transparan dan diawasi ketat untuk memastikan kebenaran informasi yang diberikan.

Tantangan dan Pengawasan dalam Implementasi Justice Collaborator

Meskipun keberadaan Justice Collaborator memberikan banyak manfaat, pengawasan ketat dan transparansi sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan status ini. DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya kontrol yang baik dalam proses seleksi dan penilaian Justice Collaborator. Hal ini memastikan bahwa penghargaan diberikan kepada pelaku yang benar-benar membantu membuka kejahatan besar dan bukan semata untuk keuntungan pribadi.

  • Pengurangan masa hukuman bagi pelaku yang kooperatif.
  • Peluang pembebasan bersyarat lebih awal.
  • Perlindungan saksi dari intimidasi atau ancaman pihak lain.

DPR: Perlu Pengawasan Ketat agar Tidak Disalahgunakan

Anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra, menyatakan bahwa meski PP ini positif untuk pemberantasan kejahatan, perlu pengawasan ketat agar status JC tidak dijadikan celah untuk manipulasi hukum. Ia menekankan pentingnya prosedur ketat dan transparan dalam menentukan siapa yang layak menerima perlakuan khusus.

KPK: Seleksi Justice Collaborator Harus Ketat

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pengajuan status JC akan melalui dua tahap seleksi, yakni administratif dan substantif. Penilaian Justice Collaborator Indonesia didasarkan pada kontribusi informasi dan nilai strategis dari pengakuan pelaku terhadap pembongkaran kejahatan besar.

Pendapat Pakar: Jangan Tabrak UU Perlindungan Saksi

Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar, mengingatkan agar aturan baru ini tidak menyalahi ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Menurutnya, kewenangan Presiden perlu dibatasi agar tidak tumpang tindih dengan yudikatif.

Bagaimana Justice Collaborator Membantu Pengungkapan Kasus?

Peran Justice Collaborator sangat krusial dalam membongkar kejahatan kompleks seperti korupsi berjaringan dan sindikat narkoba. Dengan memberikan keterangan penting, seorang JC bisa membantu aparat membongkar struktur kejahatan dari dalam.

Kesimpulan

Melalui Justice Collaborator, pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam meningkatkan efektivitas pemberantasan kejahatan besar di Indonesia. Namun, pengawasan yang ketat serta pemahaman publik yang baik tentang peraturan ini sangat dibutuhkan agar tidak disalahgunakan.

By cuvex